Rabu, 02 Februari 2022

HIDUP DALAM PIMPINAN TUHAN

Saudara-saudari se-Iman dalam Yesus Kristus, dalam kehidupan sehari-hari sering kali kita menjumpai atau melihat banyak orang yang hidup seolah tidak butuh pertolongan Tuhan, karena merasa bahwa dirinya memiliki hidup yang baik, hidup yang sukses, dll. itu semua tercapai hanya karena kemampuannya sendiri. Mereka tidak menyadari bahwa segala sesuatunya hanya boleh terjadi karena Pimpinan Tuhan. Dan juga ada begitu banyak orang yang merasa bahwa Tuhan tidak pernah menolong mereka, Tuhan tidak pernah mendengarkan doa mereka, Tuhan tidak pernah memimpin mereka menjadi orang yang memiliki kehidupan yang sukses.

Cara Tuhan bekerja untuk memenuhi setiap keinginan umatnya tidak dapat diukur dengan apapun dan tidak dapat dinilai dengan cara kita sebagai manusia sebab Kasih sayang dan pengorbanan Tuhan tidak dapat diukur dan tidak ada yang tahu dan mampu untuk menilai karena Karunia yang telah Tuhan berikan kepada kita sungguh nilainya tak terbatas. sehingga dengan demikian kita tidak layak untuk mempertanyakan apakah Tuhan benar menolong saya atau apakah Tuhan yang mengatur semua berkat yang telah saya terimah selama ini.

TUHAN itu penguasa alam semesta dan segalah isinya, tidak ada sesuatu yang terjadi di muka bumi ini tanpa izin TUHAN, termasuk kekayaan yang kita miliki skarang ini. pernahkan kamu sejenak berpikir tentang semua kejadian yang terjadi dalam hidup kamu?, disaat kamu terputuk dan bingung tentang masalah yang dihadapi lalu tiba-tiba masalah tersebut terselesaikan dengan baik, apakah menurutmua itu hanya terjadi secara kebetulan?, tenttu tidak saudara(i)itu semua terjadi hanya karena TUHAN berkenan untuk menolong kita. Sungguh munfikla orang yang mengatakan bahwa saya bisa hidup tanpa pertolongan dari TUHAN, kesombongan akan membawa kita pada kehancuran, ingatka kamu bahwa Pemilik Kapal Titanik sebelum berlayar ia mengatakan bahwa "tidak ada yang mampuh menenggelamkan kapal yang saya buat bahkan TUHANsekalipun" lalu apa yang terjadi? kapan tersebut tenggelam dan menelan korban jiwa yang sangat banyak.

Saudara-saudari se-Iman dalam Yesus Kristus
hidupla senantiasa dengan Iman kepa TUHAN
percayalah tidak ada yang tidak mungkin terjadi bilah TUHAN berkenan atasnya.
TUHAN kiranya memberkati kita semua.

Senin, 23 Mei 2016





Sakramen : Baptisan Kudus


Salam Sejahtra dalam Nama Yesus anak Allah yang kudus.
malam ini saya akan memposting mengenai pembahasan Sakramen Babtisan Kudus, menggapi banyaknya pertanyaan yang muncul dari berbagai kalangan umat kristen itu sendiri. Secara pribadi saya berpendapat bahwa hidup ini tidak penting selalu diwarnai dengan perdebatan yang sifatnya mendiskriminasi iman percaya orang lain, tapi mari bersama kita saling menopang satu sama lain untuk menjadi umat yang diberkati, dan senantiasa berada pada jalan yang Tuhan kehendaki sehingga kita menjadi seperti bua kelapa yang setiap bagiannya dapat digunakan untuk kepentingan yang baik.
Rekan seiman dalam Yesus Kristus silakan baca dan pahami penjelasan berikut yang saya ambil dari situs HURIA KRISTEN BATAK PROTESTAN (HKBP) semoga dapat menjawab pertanyaan para sahabat yang terkasih Dalam Yesus Kristus.

SAKRAMEN MENURUT THEOLOGIA HKBP
            Pemahaman tentang sakramen menurut Theologia Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) tertuang dalam Pengakuan Iman HKBP baik tahun 1951 dan tahun 1996, Agenda HKBP, dan Buku Ende HKBP. Gereja (HKBP) mempercayai dan menyaksikan hanya ada dua sakramen yaitu Baptisan kudus dan Perjamuan Kudus.
1. Pengertian Sakramen
Sakramen  berasal dari Bahsa Latin yaitu : “Sacramentum” yang artinya “Sumpah“. Istilah Sakramen digunakan untuk upacara keagamaan Kristen, sumpah untuk tidak melakukan kejahatan.[1] Defenisi umum yang dipakai oleh Gereja Protesatan tentang sakramen dimengerti sebagai ritus yang terjadi atas perintah dan perjanjian Allah yang merupakan tanda lahiriah yang nampak. Selain ditetapkan oleh Kristus, sakramen juga menyatakan dan menjanjikan suatu berkat rohani. Sakramen secara pasti dapat diartikan terhadap ritus Baptisan Kudus dan Perjamuan Kudus yang secara khusus memberi makna keselamatan.[2]
2. Pemahaman Gereja Terhadap Sakramen
Pada zaman gereja mula-mula kata “sakramen”  awalnya ditujukan kepada setiap doktrin dan perundangan. Inilah alasan  dari sebagian orang untuk  menolak istilah sakramen, dan memakai  istilah  “tanda”, “meterai”, atau “misteri”. Demikian juga dengan pemakaian kata “sakramen” (yang dijabarkan dari kata sacer = kudus) juga mengandung arti perbuatan atau perkara yang rahasia, yang kudus yang berhubungan dengan dewa.[3]  Dalam gereja-gereja Lutheran, pada umumnya sakramen diadakan bukan sebagai tanda bahwa dengannya seseorang dapat dikatakan sebagai orang Kristen, melainkan agar sakramen tersebut menjadi tanda dan kesaksian akan kehendak Allah atas umat manusia (orang percaya) untuk meneguhkan iman kita.[4] Itu sebabnya dalam sakramen harus disertai dengan iman. Sakramen digunakan dengan benar apabila diterima dalam iman dan untuk meneguhkan iman itu sendiri. Hal ini juga dihubungkan dengan keadaan religius pada masa gereja mula-mula, sebab pada zaman itu perbuatan-perbuatan misterius dalam melakukan konsentrasi ditemukan dalam berbagai agama atau kepercayaan. Tindakan-tindakan gereja saat itu pada umumnya masih dipahami bersifat misterius.[5]
Salah satu tokoh bapa gereja yaitu Agustinus  memberikan defenisi tentang sakramen. Menurutnya, “Sakramen adalah tanda kelihatan dari hal yang kudus ataupun  bentuk yang kelihatan dari kasih karunia yang tidak kelihatan”. Tanda-tanda yang kelihatan dari yang tidak kelihatan dari suatu hal suci; atau wujud yang kelihatan dari rahmat yang tidak kelihatan; Firman yang kelihatan. Tanda dan materei yang kelihatan dan suci yang ditentukan oleh Tuhan Allah, menjelaskan bahwa segala sesuatu yang dijanjikan-Nya supaya iman kita dikuatkan,
Ditetapkan Tuhan Allah untuk menguatkan persekutuan sesama anak-anak Allah.
Sakramen memberikan anugerah dan mengu-dusan seseorang. Cara untuk mempersatukan seseorang  manusia  dengan Kristus, dan mempertahankan persatuan itu. Gereja mula-mula memberikan makna dan isi baru tentang sakramen, dengan pemahaman bahwa sakramen adalah suatu kesepakatan antara manusia dengan Tuhan Allah. Sehingga dengan menerima Sakramen, seseorang berjanji untuk hidup setia kepada Yesus Kristus.
Pada  zaman gereja mula-mula hingga abad pertengahan, ketentuan tentang jumlah sakramen selalu berubah-ubah. Munculnya reformasi yang dilakukan oleh Martin Luhter, meragukan akan keberadaan sakramen dalam gereja Katolik. Karena Katolik menyatakan ada 7 Sakramen , sedangkan Martin Luther menyatakan hanya ada 2 Sakramen yaitu : Baptisan Kudus dan Perjamuan Kudus.  Hal itu  menjadi pokok perdebatan  antara para teolog pada zaman reformasi. Sakramen-sakramen gereja ternyata mendapat perhatian yang lebih khusus dalam pembahasan-pembahasan, khususnya menyangkut substansi sakramen tersebut, termasuk maknanya masing-masing, bahkan juga menyangkut  soal-soal praktis.[6]
Menurut gereja  gereja Protestan,  sakramen yang diakui adalah “Baptisan” dan “Perjamuan Kudus”. Allah yang mendirikan, menetapkan, memerintah, mensyahkan baptisan itu dan perjamuan kudus, yang melaluinya Allah memberikan berkat dan pengampunan dosa.[7]
3. Sejarah dan Makna Sakramen
Kedua jenis sakramen tersebut bertitik tolak dan berdasarkan pada amanat  penetapan, perintah dan perbuatan Yesus Kristus. Penetapan Baptisan Kudus terdapat dalam Injil Matius 28:19 dan Markus 16:16, sedangkan penetapan Perjamuan Kudus terdapat dalam Injil synoptis (Mat. 26:26-29; Mrk. 14:22-25; Luk. 22:14-20) dan surat Rasul Paulus  (I Kor. 11:23-25).
Kuasa dari sakramen tidak terletak pada unsur-unsur yang digunakan (air, roti atau anggur), tetapi pada Allah yang menjadi fokus dari tanda-tanda itu. Kuasanya tidak tergantung pada karakter dari pada iman yang melaksanakannya, tetapi pada integritas Allah, sebab sakramen tidak pernah dimaksudkan untuk berdiri sendiri tanpa disertai dengan Firman Tuhan. Firman dan ketentuan atau perintah-perintah Allah dalam sakramen tersebutlah yang membuat sakramen ada dan benar.[8]
Sejarah Perjamuan Kudus dalam Protestan. Istilah Perjamuan Kudus (bahasa Inggris: holy communion) digunakan oleh gereja Protestan. Perjamuan Kudus didasari pada perjamuan makan malam yang lazim di Israel Kuno. Selain hal tersebut terdapat makna dari ritus perjamuan malam dalam tradisi Israel kuno yang dilakukan untuk menghayati perbuatan Allah yang melepaskan nenek moyang mereka dari perbudakan di Mesir (Ul. 16:1 dst). Perjamuan itu mereka sebut Pesakh (Paskah) artinya “berlalu” atau “melewati”. Dalam Kel.12:13, Tuhan berjanji bahwa hukuman-Nya akan berlalu pada pintu-pintu yang diberi tanda dengan darah anak domba. Gereja Mula-mula atau orang-orang yang menjadi percaya setelah peristiwa Pentakosta setiap hari berkumpul untuk memecahkan roti yang disebut Perjamuan Kudus (Kisah 2:42). Apa yang mereka lakukan ini diimani sebagai perintah dari Tuhan Yesus.
Gereja melakukan atau melaksanakan Perjamuan Kudus sebagai peringatan terhadap penderitaan dan juga kematian serta kebangkitan yang Tuhan Yesus alami, sampai Ia datang kedua kali (1 Kor. 11:28). Dalam tradisi Perjanjian Baru, Perjamuan berasal dari Perjamuan yang diadakan Tuhan Yesus beserta murid-muridNya pada malam Ia ditangkap untuk disalibkan (1 Kor. 11:23; Mrk 14:22; Mat 26:26; Luk 22:14). Oleh karena itu Perjamuan Kudus menghadapkan kepada kematian Yesus dan kebangkitanNya yang telah nyata, bahwa kematian-Nya itu telah menerbitkan keselamatan bagi yang mempercayainya.[9]
3.1. Baptisan Kudus
Baptisan Kudus diperintahkan oleh Yesus sendiri yang dikatakan dalam Mat 29 : 19-20, "Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah kuperintahkan kepadaMu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." Demikian juga perintah Tuhan Yesus dlm Markus 16 : 16 "Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum." Inilah yang menjadi dasar baptisan, bukan iman si anak yang dibaptis, melainkan ajaran tentang perjanjian Allah yang diberi kepada setiap manusia. Hal ini lebih jelas lagi bila dihubungkan dengan ungkapan Petrus : Kis 2 : 38-39, "jawab Petrus kepada mereka : "Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus. Sebab bagi kamulah janji itu dan bagi anak-anakmu dan bagi orang yang masih jauh, yaitu sebanyak yang akan dipanggil oleh Tuhan Allah kita."
Baptisan adalah juga merupakan janji-janji Allah sebagai tanda yang diberitakan di dalam Injil. Kata membaptis berarti mencelupkan/dipercik air yang biasanya diucapkan dengan kata-kata "Engkau di baptis dalam nama Bapa, Anak, Yesus Kristus, dan Roh Kudus”. Pengertian nama Bapa, Anak, dan Roh Kudus berarti bahwa orang itu diselangkan dalam karya penyelamatan Bapa, Anak, dan roh Kudus. Maka hidupnya bukan lagi dikuasai oleh keinginannya sendiri, tetapi dikuasai oleh kehendak Allah sehingga dia membawa hidup. Oleh karena itu, jelaslah bahwa Baptisan Kudus adalah tanda atau gambaran yang menunjuk kepada pengampunan dosa dan hidup yang kekal yang menjadi bagian dari sakramen sebagai materai yang berfungsi untuk menguatkan atau mengokohkan kepercayaan kepada janji Allah; untuk memateraikan atau menandai janji Allah dalam Injil bahwa kematian Kristus mempersatukan kita dalam kematian, kebangkitan dan kenaikan Yesus ke sorga yang dikaruniai sebagai pengampunan dosa dan hidup yang kekal. Tuhan Yesus pernah berkata, "Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum"(Mrk. 16:16). Itulah pentingnya dalam menerima baptisan kudus. Karena itu masalah keselamatan.
Baptisan itu adalah saluran kemurahan Allah bagi manusia, anak-anak dan dewasa, karena melalui baptisan itu gereja berdiri di tengah dunia ini, dan melalui iman dijadikan layak menerima keampunan dosa, kelahiran kedua kali, kelepasan dari kuasa maut dan dari kuasa iblis, dan memperoleh  kebahagiaan kekal. Dan melalui baptisan itu jugalah orang percaya dipersatukan ke dalam kematian dan kebangkitan Tuhan Yesus, dan menerima kuasa Roh Kudus (Mrk. 10:14; Luk 18:16; Kis 2: 41; 10:48; 16:33; Rom. 6:4; 1 Kor 10:1-9; Tit. 3: 5; Ibr 11:29; 1 Ptr. 3:21).
Dengan ajaran ini kita menekankan bahwa bayi (anak-anak) dibaptiskan di tengah gereja, karena demikianlah mereka termateraikan ke dalam persekutuan yang ditebus Kristus, sebab Tuhan Yesus adalah juga bersukacita menerima anak-anak. Orang tua dihimbau agar mereka mendorong anak-anak mereka yang sudah dibaptis ikut sekolah minggu, dan persekutuan lainnya di gereja. Kita juga menekankan, gereja itu Esa dalam Baptisan Kudus. Cukuplah baptisan kudus dilayankan sekali kepada seseorang selama hidupnya.
Menurut  Konfessi HKBP adanya pengajaran penting bahwa Baptisan adalah “jalan pemberian anugerah” yang terpenting bukanlah cara, teknik atau tempatnya dilaksanakan (kolam, sungai, danau dan sebagainya) atau bentuknya. Tetapi makna dan berkat yang kita dapati  dari baptisan itulah yang paling penting. Baptisan itu bagaimanapun dilakukan dan dimanapun  itu berlangsung adalah merupakan saluran dari jaminan berkat keselamatan yang diberikan oleh kematian dan kebangkitan Yesus Kristus. Berkat itu mengalir kepada orang-orang percaya melewati saluran yang bermacam-macam. Adanya berkat dan anugerah serta janji yang diberikan oleh Allah  melalui baptisan, yaitu: keampunan dosa, kebaharuan hidup, kelepasan dari kematian dan ikatan iblis serta keselamatan kekal.
Disamping baptisan  anak-anak kita juga mengenal dan melaksanakan baptisan dewasa, yakni mereka yang datang dari kekafiran atau agama lain sebagaimana kita temukan dalam agenda HKBP V. hal 11 “Tata Kebaktian Pembabtisa Orang Dewasa”. Pelaksanaan baptisan dewasa juga terlihat dari buku Ende HKBP No. 144 dan No. 145.
BE. No. 144   (1). Na hot padanku tu Jahowa binaen ni Jesus Tuhanki/Ai hutadingkon do na roa, hujalo pandidion i/ Sai las rohangku alani saleleng ni lelengna i.
BE. No 145    (1).   Ndang hapalang las ni roha, Ala na tardidi au,/ Ai disi bolong na roa, dohot dosa sian au/Ise  na tumananda arta, Na umuli, na umarga/Sian hatuaonki salelenglelena i.
Kata “padanku” (janjiku) “rohangku” (hatiku) dan “tardidi au” (pembaptisanku), “sian au” (dari hatiku) jelas menunjukkan orang yang sudah dewasa. Menyangkut tentang “baptisan anak” confessi HKBP memberi perhatian yang sangat besar, karena di sana nyata sekali makna baptisan  tersebut diuraikan yakni menyangkut kelahiran kembali dan ketika itu pula si anak yang menerima baptisan berhak menerima status dan kehidupan yang baru sebagai “anak–anak Allah”, sekaligus pewaris harta kerajaan Allah, sorga yang kekal selama-lamanya dari jaminan (garansi) keselamatan dari Yesus Kristus.
Dalam Konfessi HKBP kita melihat penekanan bahwa baptisan itu merupakan “tanda kejadian manusia yang baru atau suatu kelahiran baru”. Baptisan itulah awal dari seluruh proses kerohanian kita; sejak baptisan terjadilah perubahan yang radikal dalam hidup orang percaya, menjadi “manusia baru” di dalam Kristus. Timbul pertanyaan: “Bagaimana bagi anak-anak atau bayi kecil bisa menerima kelahiran kembali sedangkan mereka belum mengerti apa-apa; bagaimana anak-anak bertobat dan hidup baru ?
Jika diamati dari segi fisik lahiriah, maka di dalam diri seorang bayi kecil tidak mungkin terjadi “kelahiran baru”. Tetapi tidak boleh disangkal bahwa pengertian, pengetahuan dan logika si bayi akan berkembang terus seiring dengan perkembangan fisiknya. Demikian juga iman, kepercayaan dan pengenalannya terhadap Allah serta pengetahuannya tentang kebenaran dan ajaran-ajaran moral akan senantiasa terus berkembang di dalam jiwa dan hidup si anak. Sejak ia menerima baptisan, benih iman telah bertumbuh pelan-pelan dalam dirinya. Ia menjadi anak yang dilahirkan kembali oleh Roh Allah, mendapat keselamatan dan kelepasan dari dosa warisan (turunan) dan menerima status sebagai  “Anak Allah”.  Disinilah besarnya pengaruh dan peranan keluarga terutama orangtua untuk membimbing mereka dalam pengenalan Allah. Itu sebabnya, ketika kedua orangtua membawa anaknya untuk dibaptis maka salah satu pertanyaan yang harus dijawab para orangtua adalah: “Ápakah saudara-saudara bersedia membimbing anak-anak ini, agar mereka mengetahui dan melakukan Firman Tuhan ?” Orangtua akan menjawab (berjanji): “Ya, saya bersedia!”
Dengan demikian dalam baptisan anak (bayi), iman orangtualah sebagai dasar dan pengganti iman si anak dalam menerima baptisan. Iman orangtua tidak boleh dipisahkan dari iman si anak, sebab anak-anak adalah bagian yang integral (tidak boleh dipisahkan) dan merupakan unsur yang penting dari keluarga. Dalam Alkitab kita dapat melihat beberapa contoh tentang “iman pengganti”. Iman pengganti berarti iman yang menggantikan iman orang lain. Iman pengganti diperlukan karena seseorang tidak (belum) memiliki iman yang cukup untuk keselamatan dan kesembuhan bagi dirinya sendiri. Untuk itu harus ada orang yang telah percaya menggantikan mereka. Beberapa contoh dalam Alkitab misalnya: Dalam Matius 15:21-28 diceritakan bahwa iman seorang ibu Kanaan telah menyebabkan anak perempuannya yang dirasuk setan dilepaskan oleh Yesus. Ucapan Yesus yang mengatakan: “Hai ibu, besar imanmu, maka jadilah kepadamu seperti yang kau kehendaki!”, berlaku bagi anaknya yang sama sekali tidak beriman. Dalam Markus 9:14-29 iman seorang bapak telah melepaskan puteranya yang menderita dirasuk roh tuli dan bisu. Ketika itu si ayah dengan spontan berteriak: “Aku percaya. Tolonglah aku yang tidak percaya ini!”. Oleh iman dan kepercayaan si bapak, Yesus segera bertindak mengusir roh jahat: “Hai kau roh yang menyebabkan orang menjadi bisu dan tuli, Aku memerintahkan engkau, keluarlah daripada anak ini dan jangan memasukinya lagi!”.  Segera sesudah itu roh jahat keluar, ia sembuh.
Dalam matius 8:5-13; seorang laskar atau perwira di Kapernaum datang menemui Yesus katanya: “Tuan, hambaku terbaring di rumah karena sakit lumpuh dan ia sangat menderita”. Ketika Yesus memberitahu rencana kedatanganNya, komandan laskar hanya meminta sepatah kata saja saja, sebab ia menyadari bahwa firmanNya sangat berkuasa, dan hambanya akan sembuh. Yesus menilai hal itu merupakan satu iman yang tinggi dan memujinya. Yesus mengatakan: “Pulanglah dan jadilah kepadamu seperti yang engkau percayai!”. Iman pengganti menyebabkan kesembuhan orang lain.
Praktek gereja melalui pembaptisan anak adalah suatu pelayanan gereja terhadap orangtua yang menyaksikan baptisan sebagai firman Allah. Melalui pembaptisan anak, berarti gereja menyatakan pemberian berkat Allah kepada anak-anak dari setiap orang yang beriman (Mrk. 10:13-16), supaya ikut serta menerima berkat akan Kerajaan Allah yang kekal. Ada dua hal dalam baptisan kudus yang dapat dipegang orangtua yang menyaksikan baptisan sebagai firman Allah, yaitu:
a.   Baptisan Kudus menandakan dan memberikan jaminan akan “uluran tanganNya kepada anak-anak” bahwa bukan manusia yang terlebih dahulu mengasihi Allah, melainkan Allah mendahulukan rahmatNya mengasihi manusia (1 Joh. 4:10).
b.   Baptisan Kudus menandakan dan memberikan jaminan bahwa anak-anak ikut serta memperoleh Kerajaan Allah, dimana Tuhan Yesus menjalankan pemerintahanNya di bawah perlindungan kasih untuk mengalahkan kuasa-kuasa dosa, maut dan iblis di dalam kematianNya (Kol. 1:13-14).
Sebelum anak-anak dibaptis, orangtua terlebih dahulu diminta untuk :
1.   Bersedia agar anak-anaknya dibaptis dalam nama Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus.
2.   Bersedia membimbing anak-anak agar mengetahui dan melakukan Firman Tuhan.
3.   Bersedia menyuruh anak-anaknya datang ke Gereja dan membesarkannya dalam pengajaran Kristus.
Makna dari ketiga hal di atas, bahwa orangtua yang telah menjadi bagian  tubuh Kristus diberikan kharisma-kharisma untuk melayani anak-anak dalam rumah tangga.[10] Orangtua dipanggil atas tuntunan kesadaran imannya dalam pengetahuan Injil untuk memberikan teladan kepada anak-anaknya tentang ketaatan dalam iman. Panggilan ini merupakan pergumulannya dengan Allah untuk menjadikan anak-anaknya dalam suatu rumah tangga sebagai anak-anak Allah. Orangtua dituntut untuk bersedia mendampingi anak-anak di dalam kasih dan pengampunan, memperkenalkan jalan Tuhan dan menumbuhkan anak dalam iman kepercayaan kepada Allah (Ef. 6:1-4; Kol. 3:20-21; 1 Ptr. 2:9). Orangtua menerima dan meyakini tanggungjawabnya melalui penyampaian Firman Allah dalam baptisan anak, berarti Allah sendiri yang telah menganugerahi “kebapaan” dan “keibuan” atas mandat Allah sendiri. (Ul. 5:16).[11]
Orangtua harus mendidik anak mereka dalam “takut akan Kristus”. Kata takut di sini berarti rasa segan, hormat, penaklukan diri kepada Firman Tuhan (bnd. Ams. 9:10; Kis. 9:31; Ef. 5:21). Dalam bagian Surat Efesus kita membaca, bahwa bapa-bapa, harus mendidik anak-anaknya: Di dalam ajaran dan nasehat Tuhan” (Ef. 6:4). Pengajaran yang sopan dapat juga diartikan dengan pimpinan bagi anak. Bagaikan ayah-ibu yang merintis jalan ke muka, lalu diiringi anak-anaknya pada jalan yang lurus dan baik itu. Pelaksanaan baptisan anak di HKBP dapat kita temukan dalam Agenda HKBP Bagian II halaman 7 tentang “Pembaptisan Anak-anak”. Di sana sangat ditekankan peranan dari orangtua yang membawa anaknya menerima baptisan tersebut. Penekanan itu kelihatan jelas pada bagian nasihat dan bimbingan. Di sana dikatakan “Saudara-saudara orangtua dari anak-anak yang akan dibaptis hari ini, dengarkanlah Firman Tuhan Yesus: …, dengarkanlah juga Firman Tuhan Yesus seperti yang tertulis dalam Injil Markus: …”. Selanjutnya ikrar iman kepercayaan juga diucapkan oleh orangtua. Peran dan tanggungjawab orangtua semakin tampak dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan terhadap mereka dan menjadi janji orangtua dalam baptisan anak, yaitu tentang keinginan dan kesediaan untuk menyuruh anak-anaknya ke gereja serta membesarkannya dalam pengajaran kristen.
Disamping itu, peranan dan tanggungjawab dari orangtua yang membawa anak-anaknya dibaptis juga terlihat dari Buku Ende HKBP No. 146 dan No. 147 :1-2
BE. No. 146   (2)  Diboan natorasna nasida be tuson,/Ai naeng pasahatonna tu Ho dakdanak on.
BE. No. 147   (1) Jesus hami ro dison, mangihuthon na nidokMu;/Ro do posoposo on, ala na pinatikkonMu;/Ingkon do tu Ho boanon, lao manjalo parpadanan.
Demikianlah yang terjadi dalam baptisan anak-anak (dari keluarga orang yang telah percaya kepada Yesus Kristus). Anak-anak belum dapat mengungkapkan isi imannya yang sudah ada itu dalam bahasa komunikasi manusia. Untuk menggantikan dia dalam mengungkapkan pengakuan imannya maka orangtua (Bapak dan Ibu) mewakilinya di hadapan Allah. Jadi iman orangtua di sana merupakan “iman pengganti” bagi anak-anak (bayi yang tidak tahu apa-apa); inilah juga menjadi dasar keselamatan bagi bayi kecil saat menerima baptisan.
HKBP juga mengenal yang dinamai Babtisan Darurat (Tardidi na hinipu) hal ini bisa dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut: Baptisan darurat dilakukan kepada anak-anak yang sakit keras, yang belum sempat dibawa ke gereja untuk menerima baptisan. Di HKBP dirumuskan sebagai berikut : Bila ada orang yang belum dibabtis yang sakit keras, dan orang tuanya berkehendak anaknya  dibaptiskan, dimintalah sintua.. setempat.. untuk… melaksanakannya. Bila sintua setempat tidak bisa ditemui dimintalah sintua tetangganya. Bila itu juga tidak ada, dicarilah anggota jemaat yang rajin kegereja dan hidupnya saleh untuk melakukan pembaptisan. Bila anggota jemaat yang seperti itu juga tidak sempat lagi dicari, orang tuanya juga boleh melakukan pembaptisan itu, asal baptisan itu dilaksanakan dengan benar sesuai dengan pemahaman HKBP. Bila itu yang terjadi, mereka hanya boleh membaptiskan tanpa memberi berkat. Namun dalam situasi yang semakin maju sekarang ini, gereja tidak lagi hanya ada di pedesaan, dan sudah banyak dikota, sekiranya ada anak yang sakit keras, mereka bisa meminta pendeta untuk melakukan baptisan darurat.
Pendeta harus berusaha lebih dulu menghubungi sintua sekitar keluarga tersebut, untuk sama-sama mengunjungi si anak yang sakit keras tersebut, dan sebaiknya sintua yang melakukannya untuk menghubungi pendeta yang bersangkutan. Tetapi bila itu tidak dapat dilakukan, bahkan guru huria, bibelvrow atau diakones tidak bisa dihubungi, pendeta sendiri yang melakukan baptisan darurat. Apabila anak itu meninggal, maka harus dilayani dengan liturgi HKBP. Bila anak itu menjadi sehat, anak itu kemudian harus dibawa ke gereja pada waktu kebaktian minggu waktu ada pembaptisan. Pada waktu anak itu dibawa ke depan altar dihadapan pendeta, maka pendeta mengumumkan kepada jemaat sebagai berikut : Saudara-saudara yang terkasih, kita bersyukur kepada Tuhan kita yang maha pengasih yang menyembuhkan anak ini, karena pada waktu yang lalu anak ini sakit keras dan telah dibaptiskan dengan baptisan darurat.
Oleh sebab itu, hanya berkat yang akan diberikan kepadanya, namun namanya adalah:...................... (disebut nama anak itu, nama itu hanya dibacakan tanpa baptis ulang). Kemudian pendeta memberkatinya.[12]

Minggu, 07 April 2013

"PERCAYA SAJA..."


"PERCAYA SAJA..."

Terkadang....
Tuhan patahkan semangat kita untuk selamatkan jiwa kita.
Tuhan remukkan hati kita untuk membuat kita utuh.
... Tuhan ijinkan kepedihan sehingga kita bisa lebih kuat.
Tuhan ijinkan kita keliru sehingga kita bisa rendah hati.
Tuhan ijinkan penyakit supaya kita lebih memperhatikan kesehatan kita.

Dia mau kita bisa belajar nilai dari segala yang Dia telah berikan pada kita.
Meskipun kita tidak selalu mengerti, semua yang Tuhan ijinkan terjadi selalu bertujuan baik. Ingat.., Tuhan tidak pernah merancangkan kecelakaan bagi anak-anakNya.

Yeremia 29:11
"Sebab Aku ini mengetahui rancangan-ranca­ngan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan."

Terkadang kita selalu memakai logika atau kekuatan pikiran kita, namun justru kekuatan pikiran kita memiliki keterbatasan.
Keterbatasan pikiran kita sebagai manusialah yang seringkali menyebabkan kita menganggap Tuhan tidak adil, sehingga kita sering menilai suatu kejadian dari sisi penilaian kita.

Yesaya 55:8-9
"Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN.
Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu."

Tuhan lebih mengetahui apa yang baik bagi anak-anakNya. Ia mengetahui apa yang terjadi di masa lampau, sekarang dan hari esok.
Apa yang kita anggap sebagai tragedi atau kemalangan, belum tentu seperti itu. Bisa saja hal itu mendatangkan berkat pada akhirnya, dan kita baru akan mengetahuinya ketika Tuhan merampungkan karya-Nya.

Tetaplah berjalan di dalam jalan Tuhan dan Kebenaran-Nya..,­ Percayalah sepenuhnya pada pemeliharaan-Nya­. Dan kita perlu belajar dari keyakinan Rasul Paulus kepada Tuhan.

2 Timotius 1:12
"Itulah sebabnya aku menderita semuanya ini, tetapi aku tidak malu; karena aku tahu kepada siapa aku percaya dan aku yakin bahwa Dia berkuasa memeliharakan apa yang telah dipercayakan-Ny­a kepadaku hingga pada hari Tuhan."

Apapun realita atau fakta hidup yang kita jalani.., Dia adalah Tuhan yang mengasihi kita dan Dia menganugerahkan yang terbaik bagi hidup kita.
Jadi..., PERCAYA SAJA pada-Nya!! ( By : ADS )

kebesaran Tuhan tetap tidak boleh ditukar dengan apa pun juga.


Dengan alasan serasional apa pun, kebesaran Tuhan tetap tidak boleh ditukar dengan apa pun juga, karena hal itu sungguh menyakitinya!!

Hakim 2:12
...
"Mereka meninggalkan TUHAN, Allah nenek moyang mereka yang telah membawa mereka keluar dari tanah Mesir, lalu mengikuti allah lain, dari antara allah bangsa-bangsa di sekeliling mereka, dan sujud menyembah kepadanya, sehingga mereka menyakiti hati TUHAN."

Dewasa ini ada banyak orang yang mengaku dirinya seorang Kristiani, namun demi alasan mencari nafkah, meraih jenjang karier yang lebih baik, atau mendapatkan kekasih/seseorang yang dicintainya, rela menukar keselamatan dan Tuhannya untuk kebahagiaan sesaat. Betapa sedihnya hati Tuhan melihat hal itu.

Bukankah kita yang seharusnya mati karena dosa telah digantikan-Nya di kayu salib karena begitu besar kasih-Nya kepada Kita?

Yohanes 3:16
"Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal."

Tuhan adalah kasih, namun Tuhan kita pun adalah Tuhan yang adil, Ia menyediakan bagian yang setimpal bagi mereka yang bertoleransi dengan dosa dan berbalik dari jalan Tuhan.
Jangan pernah menukar iman dan Tuhan kita dengan apa pun yang ada di dunia ini. Barangsiapa menyangkal Tuhan di depan manusia, Tuhan juga akan menyangkal kita di depan Bapa!!

Matius 10:32-33
"Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, Aku juga akan mengakuinya di depan Bapa-Ku yang di sorga. Tetapi barangsiapa menyangkal Aku di depan manusia, Aku juga akan menyangkalnya di depan Bapa-Ku yang di sorga."

Sukses dan nama besar adalah fana, sedangkan iman berguna untuk kepentingan kekal, karena dengan iman kita beroleh hidup yang kekal.
Semenarik apa pun tawaran dari dunia, itu semua tidak dapat dibandingkan dengan kasih-Nya yang membawa keselamatan dan kebahagiaan kekal bagi setiap kita.