Sakramen : Baptisan Kudus
Salam Sejahtra dalam Nama Yesus anak Allah yang kudus.
malam ini saya akan memposting mengenai pembahasan Sakramen Babtisan Kudus, menggapi banyaknya pertanyaan yang muncul dari berbagai kalangan umat kristen itu sendiri. Secara pribadi saya berpendapat bahwa hidup ini tidak penting selalu diwarnai dengan perdebatan yang sifatnya mendiskriminasi iman percaya orang lain, tapi mari bersama kita saling menopang satu sama lain untuk menjadi umat yang diberkati, dan senantiasa berada pada jalan yang Tuhan kehendaki sehingga kita menjadi seperti bua kelapa yang setiap bagiannya dapat digunakan untuk kepentingan yang baik.
Rekan seiman dalam Yesus Kristus silakan baca dan pahami penjelasan berikut yang saya ambil dari situs HURIA KRISTEN BATAK PROTESTAN (HKBP) semoga dapat menjawab pertanyaan para sahabat yang terkasih Dalam Yesus Kristus.
SAKRAMEN MENURUT THEOLOGIA HKBP
Pemahaman
tentang sakramen menurut Theologia Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) tertuang
dalam Pengakuan Iman HKBP baik tahun 1951 dan tahun 1996, Agenda HKBP, dan Buku
Ende HKBP. Gereja (HKBP) mempercayai dan menyaksikan hanya ada dua sakramen
yaitu Baptisan kudus dan Perjamuan Kudus.
1. Pengertian Sakramen
Sakramen berasal dari Bahsa Latin yaitu : “Sacramentum” yang artinya “Sumpah“. Istilah Sakramen digunakan untuk
upacara keagamaan Kristen, sumpah untuk tidak melakukan kejahatan.
Defenisi umum yang dipakai oleh Gereja Protesatan tentang sakramen dimengerti
sebagai ritus yang terjadi atas perintah dan perjanjian Allah yang merupakan
tanda lahiriah yang nampak. Selain
ditetapkan oleh Kristus, sakramen juga menyatakan dan menjanjikan suatu berkat
rohani. Sakramen secara pasti dapat diartikan terhadap ritus Baptisan Kudus dan
Perjamuan Kudus yang secara khusus memberi makna keselamatan.
2. Pemahaman Gereja Terhadap
Sakramen
Pada zaman gereja mula-mula kata “sakramen” awalnya ditujukan
kepada setiap doktrin dan perundangan. Inilah alasan dari sebagian orang untuk menolak istilah
sakramen, dan memakai istilah “tanda”,
“meterai”, atau “misteri”. Demikian juga dengan pemakaian kata “sakramen” (yang dijabarkan dari kata sacer = kudus)
juga mengandung arti perbuatan atau perkara yang rahasia, yang kudus yang
berhubungan dengan dewa.
Dalam gereja-gereja Lutheran, pada umumnya sakramen diadakan bukan
sebagai tanda bahwa dengannya seseorang dapat dikatakan sebagai orang Kristen,
melainkan agar sakramen tersebut menjadi tanda dan kesaksian akan kehendak
Allah atas umat manusia (orang percaya) untuk meneguhkan iman kita.
Itu sebabnya dalam sakramen harus disertai dengan iman. Sakramen digunakan
dengan benar apabila diterima dalam iman dan untuk meneguhkan iman itu sendiri.
Hal ini juga dihubungkan dengan keadaan religius pada masa gereja mula-mula,
sebab pada zaman itu perbuatan-perbuatan misterius dalam melakukan konsentrasi
ditemukan dalam berbagai agama atau kepercayaan. Tindakan-tindakan gereja saat
itu pada umumnya masih dipahami bersifat misterius.
Salah satu tokoh bapa gereja yaitu Agustinus
memberikan defenisi tentang sakramen. Menurutnya, “Sakramen adalah tanda kelihatan dari hal yang kudus ataupun
bentuk yang kelihatan dari kasih karunia yang tidak kelihatan”. Tanda-tanda yang kelihatan dari yang tidak
kelihatan dari suatu hal suci; atau wujud yang kelihatan dari rahmat yang tidak
kelihatan; Firman yang kelihatan. Tanda dan materei yang kelihatan dan suci
yang ditentukan oleh Tuhan Allah, menjelaskan bahwa segala sesuatu yang
dijanjikan-Nya supaya iman kita dikuatkan,
Ditetapkan Tuhan Allah untuk menguatkan persekutuan sesama anak-anak Allah. Sakramen
memberikan anugerah dan mengu-dusan seseorang. Cara untuk mempersatukan
seseorang manusia dengan Kristus, dan mempertahankan persatuan itu. Gereja mula-mula memberikan makna dan isi
baru tentang sakramen, dengan pemahaman bahwa sakramen adalah suatu kesepakatan
antara manusia dengan Tuhan Allah. Sehingga dengan menerima Sakramen, seseorang
berjanji untuk hidup setia kepada Yesus Kristus.
Pada zaman gereja mula-mula hingga abad pertengahan,
ketentuan tentang jumlah sakramen selalu berubah-ubah. Munculnya reformasi yang
dilakukan oleh Martin Luhter, meragukan akan keberadaan sakramen dalam gereja
Katolik. Karena Katolik menyatakan ada 7 Sakramen , sedangkan Martin Luther
menyatakan hanya ada 2 Sakramen yaitu : Baptisan Kudus dan Perjamuan Kudus.
Hal itu
menjadi pokok perdebatan antara para teolog pada zaman reformasi.
Sakramen-sakramen gereja ternyata mendapat perhatian yang lebih khusus dalam
pembahasan-pembahasan, khususnya menyangkut substansi sakramen tersebut,
termasuk maknanya masing-masing, bahkan juga menyangkut soal-soal
praktis.
Menurut gereja gereja Protestan,
sakramen yang diakui adalah “Baptisan” dan “Perjamuan Kudus”. Allah yang
mendirikan, menetapkan, memerintah, mensyahkan baptisan itu dan perjamuan
kudus, yang melaluinya Allah memberikan berkat dan pengampunan dosa.
3. Sejarah dan
Makna Sakramen
Kedua jenis sakramen tersebut
bertitik tolak dan berdasarkan pada amanat penetapan, perintah dan
perbuatan Yesus Kristus. Penetapan Baptisan Kudus terdapat dalam Injil Matius
28:19 dan Markus 16:16, sedangkan penetapan Perjamuan Kudus terdapat dalam
Injil synoptis (Mat. 26:26-29; Mrk. 14:22-25; Luk. 22:14-20) dan surat Rasul
Paulus (I Kor. 11:23-25).
Kuasa dari sakramen tidak terletak pada unsur-unsur yang digunakan (air, roti
atau anggur), tetapi pada Allah yang menjadi fokus dari tanda-tanda itu.
Kuasanya tidak tergantung pada karakter dari pada iman yang melaksanakannya,
tetapi pada integritas Allah, sebab sakramen tidak pernah dimaksudkan untuk
berdiri sendiri tanpa disertai dengan Firman Tuhan. Firman dan ketentuan atau
perintah-perintah Allah dalam sakramen tersebutlah yang membuat sakramen ada
dan benar.
Sejarah Perjamuan Kudus dalam
Protestan. Istilah Perjamuan Kudus (bahasa Inggris: holy communion) digunakan oleh gereja
Protestan. Perjamuan Kudus didasari pada perjamuan makan malam yang lazim
di Israel Kuno. Selain hal tersebut terdapat makna dari ritus perjamuan
malam dalam tradisi Israel kuno yang dilakukan untuk menghayati perbuatan Allah
yang melepaskan nenek moyang mereka dari perbudakan di Mesir (Ul. 16:1 dst).
Perjamuan itu mereka sebut Pesakh (Paskah)
artinya “berlalu” atau “melewati”. Dalam Kel.12:13, Tuhan berjanji bahwa
hukuman-Nya akan berlalu pada pintu-pintu yang diberi tanda dengan darah anak
domba. Gereja Mula-mula atau orang-orang yang menjadi percaya setelah peristiwa
Pentakosta setiap hari berkumpul untuk memecahkan roti yang disebut Perjamuan
Kudus (Kisah 2:42). Apa yang
mereka lakukan ini diimani sebagai perintah dari Tuhan Yesus.
Gereja melakukan atau melaksanakan Perjamuan Kudus
sebagai peringatan terhadap penderitaan dan juga kematian serta kebangkitan
yang Tuhan Yesus alami, sampai Ia datang kedua kali (1 Kor. 11:28). Dalam
tradisi Perjanjian Baru, Perjamuan berasal dari Perjamuan yang diadakan Tuhan
Yesus beserta murid-muridNya pada malam Ia ditangkap untuk disalibkan (1 Kor.
11:23; Mrk 14:22; Mat 26:26; Luk 22:14). Oleh karena itu Perjamuan Kudus
menghadapkan kepada kematian Yesus dan kebangkitanNya yang telah nyata, bahwa
kematian-Nya itu telah menerbitkan keselamatan bagi yang mempercayainya.
3.1. Baptisan Kudus
Baptisan Kudus diperintahkan oleh Yesus sendiri
yang dikatakan dalam Mat 29 : 19-20, "Karena
itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama
Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang
telah kuperintahkan kepadaMu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa
sampai kepada akhir zaman." Demikian juga perintah Tuhan Yesus dlm
Markus 16 : 16 "Siapa yang percaya
dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan
dihukum." Inilah yang menjadi dasar baptisan, bukan iman si anak yang
dibaptis, melainkan ajaran tentang perjanjian Allah yang diberi kepada setiap
manusia. Hal ini lebih jelas lagi bila dihubungkan dengan ungkapan Petrus : Kis
2 : 38-39, "jawab Petrus kepada
mereka : "Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu
dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan
menerima karunia Roh Kudus. Sebab bagi kamulah janji itu dan bagi anak-anakmu
dan bagi orang yang masih jauh, yaitu sebanyak yang akan dipanggil oleh Tuhan
Allah kita."
Baptisan adalah juga merupakan janji-janji Allah
sebagai tanda yang diberitakan di dalam Injil. Kata membaptis berarti
mencelupkan/dipercik air yang biasanya diucapkan dengan kata-kata "Engkau di baptis dalam nama Bapa,
Anak, Yesus Kristus, dan Roh Kudus”. Pengertian nama Bapa, Anak, dan Roh
Kudus berarti bahwa orang itu diselangkan dalam karya penyelamatan Bapa, Anak,
dan roh Kudus. Maka hidupnya bukan lagi dikuasai oleh keinginannya sendiri,
tetapi dikuasai oleh kehendak Allah sehingga dia membawa hidup. Oleh karena
itu, jelaslah bahwa Baptisan Kudus adalah tanda atau gambaran yang menunjuk
kepada pengampunan dosa dan hidup yang kekal yang menjadi bagian dari sakramen
sebagai materai yang berfungsi untuk menguatkan atau mengokohkan kepercayaan
kepada janji Allah; untuk memateraikan atau menandai janji Allah dalam Injil
bahwa kematian Kristus mempersatukan kita dalam kematian, kebangkitan dan kenaikan
Yesus ke sorga yang dikaruniai sebagai pengampunan dosa dan hidup yang kekal.
Tuhan Yesus pernah berkata, "Siapa
yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya
akan dihukum"(Mrk. 16:16). Itulah pentingnya dalam menerima baptisan
kudus. Karena itu masalah keselamatan.
Baptisan itu adalah saluran kemurahan Allah bagi
manusia, anak-anak dan dewasa, karena melalui baptisan itu gereja berdiri di
tengah dunia ini, dan melalui iman dijadikan layak menerima keampunan dosa,
kelahiran kedua kali, kelepasan dari kuasa maut dan dari kuasa iblis, dan
memperoleh kebahagiaan kekal. Dan melalui baptisan itu jugalah orang
percaya dipersatukan ke dalam kematian dan kebangkitan Tuhan Yesus, dan
menerima kuasa Roh Kudus (Mrk. 10:14; Luk 18:16; Kis 2: 41; 10:48; 16:33; Rom.
6:4; 1 Kor 10:1-9; Tit. 3: 5; Ibr 11:29; 1 Ptr. 3:21).
Dengan ajaran ini kita menekankan bahwa bayi
(anak-anak) dibaptiskan di tengah gereja, karena demikianlah mereka
termateraikan ke dalam persekutuan yang ditebus Kristus, sebab Tuhan Yesus
adalah juga bersukacita menerima anak-anak. Orang tua dihimbau agar mereka
mendorong anak-anak mereka yang sudah dibaptis ikut sekolah minggu, dan
persekutuan lainnya di gereja. Kita juga menekankan, gereja itu Esa dalam
Baptisan Kudus. Cukuplah baptisan kudus dilayankan sekali kepada seseorang
selama hidupnya.
Menurut Konfessi HKBP adanya pengajaran
penting bahwa Baptisan adalah “jalan pemberian anugerah” yang terpenting
bukanlah cara, teknik atau tempatnya dilaksanakan (kolam, sungai, danau dan
sebagainya) atau bentuknya. Tetapi makna dan berkat yang kita dapati dari
baptisan itulah yang paling penting. Baptisan itu bagaimanapun dilakukan dan
dimanapun itu berlangsung adalah merupakan saluran dari jaminan berkat
keselamatan yang diberikan oleh kematian dan kebangkitan Yesus Kristus. Berkat
itu mengalir kepada orang-orang percaya melewati saluran yang bermacam-macam.
Adanya berkat dan anugerah serta janji yang diberikan oleh Allah melalui
baptisan, yaitu: keampunan dosa, kebaharuan hidup, kelepasan dari kematian dan
ikatan iblis serta keselamatan kekal.
Disamping baptisan anak-anak kita juga
mengenal dan melaksanakan baptisan dewasa, yakni mereka yang datang dari kekafiran
atau agama lain sebagaimana kita temukan dalam agenda HKBP V. hal 11 “Tata
Kebaktian Pembabtisa Orang Dewasa”. Pelaksanaan baptisan dewasa juga terlihat
dari buku Ende HKBP No. 144 dan No. 145.
BE.
No. 144 (1). Na hot padanku tu Jahowa binaen ni Jesus Tuhanki/Ai
hutadingkon do na roa, hujalo pandidion i/ Sai las rohangku alani saleleng ni
lelengna i.
BE.
No 145 (1). Ndang hapalang las ni roha, Ala na
tardidi au,/ Ai disi bolong na roa, dohot dosa sian au/Ise na tumananda
arta, Na umuli, na umarga/Sian hatuaonki salelenglelena i.
Kata “padanku”
(janjiku) “rohangku” (hatiku) dan
“tardidi au” (pembaptisanku), “sian au” (dari hatiku) jelas menunjukkan
orang yang sudah dewasa. Menyangkut tentang “baptisan
anak” confessi HKBP memberi perhatian yang sangat besar, karena di sana
nyata sekali makna baptisan tersebut diuraikan yakni menyangkut kelahiran
kembali dan ketika itu pula si anak yang menerima baptisan berhak menerima
status dan kehidupan yang baru sebagai “anak–anak
Allah”, sekaligus pewaris harta kerajaan Allah, sorga yang kekal
selama-lamanya dari jaminan (garansi)
keselamatan dari Yesus Kristus.
Dalam Konfessi HKBP kita melihat penekanan bahwa
baptisan itu merupakan “tanda kejadian manusia yang baru atau suatu kelahiran
baru”. Baptisan itulah awal dari seluruh proses kerohanian kita; sejak baptisan
terjadilah perubahan yang radikal dalam hidup orang percaya, menjadi “manusia baru” di dalam Kristus. Timbul
pertanyaan: “Bagaimana bagi anak-anak atau bayi kecil bisa menerima kelahiran
kembali sedangkan mereka belum mengerti apa-apa; bagaimana anak-anak bertobat
dan hidup baru ?
Jika diamati dari segi fisik lahiriah, maka di
dalam diri seorang bayi kecil tidak mungkin terjadi “kelahiran baru”. Tetapi tidak boleh disangkal bahwa pengertian,
pengetahuan dan logika si bayi akan berkembang terus seiring dengan
perkembangan fisiknya. Demikian juga iman, kepercayaan dan pengenalannya
terhadap Allah serta pengetahuannya tentang kebenaran dan ajaran-ajaran moral
akan senantiasa terus berkembang di dalam jiwa dan hidup si anak. Sejak ia
menerima baptisan, benih iman telah bertumbuh pelan-pelan dalam dirinya. Ia
menjadi anak yang dilahirkan kembali oleh Roh Allah, mendapat keselamatan dan
kelepasan dari dosa warisan (turunan) dan menerima status sebagai “Anak Allah”. Disinilah besarnya
pengaruh dan peranan keluarga terutama orangtua untuk membimbing mereka dalam
pengenalan Allah. Itu sebabnya, ketika kedua orangtua membawa anaknya untuk
dibaptis maka salah satu pertanyaan yang harus dijawab para orangtua adalah:
“Ápakah saudara-saudara bersedia membimbing anak-anak ini, agar mereka
mengetahui dan melakukan Firman Tuhan ?” Orangtua akan menjawab (berjanji):
“Ya, saya bersedia!”
Dengan demikian dalam baptisan anak (bayi), iman
orangtualah sebagai dasar dan pengganti iman si anak dalam menerima baptisan.
Iman orangtua tidak boleh dipisahkan dari iman si anak, sebab anak-anak adalah
bagian yang integral (tidak boleh dipisahkan) dan merupakan unsur yang penting
dari keluarga. Dalam Alkitab kita dapat melihat beberapa contoh tentang “iman
pengganti”. Iman pengganti berarti iman yang menggantikan iman orang lain. Iman
pengganti diperlukan karena seseorang tidak (belum) memiliki iman yang cukup
untuk keselamatan dan kesembuhan bagi dirinya sendiri. Untuk itu harus ada orang
yang telah percaya menggantikan mereka. Beberapa contoh dalam Alkitab misalnya:
Dalam Matius 15:21-28 diceritakan
bahwa iman seorang ibu Kanaan telah menyebabkan anak perempuannya yang dirasuk
setan dilepaskan oleh Yesus. Ucapan Yesus yang mengatakan: “Hai ibu, besar
imanmu, maka jadilah kepadamu seperti yang kau kehendaki!”, berlaku bagi
anaknya yang sama sekali tidak beriman. Dalam
Markus 9:14-29 iman seorang bapak telah melepaskan puteranya yang menderita
dirasuk roh tuli dan bisu. Ketika itu si ayah dengan spontan berteriak: “Aku
percaya. Tolonglah aku yang tidak percaya ini!”. Oleh iman dan kepercayaan si
bapak, Yesus segera bertindak mengusir roh jahat: “Hai kau roh yang menyebabkan
orang menjadi bisu dan tuli, Aku memerintahkan engkau, keluarlah daripada anak
ini dan jangan memasukinya lagi!”. Segera sesudah itu roh jahat keluar,
ia sembuh.
Dalam
matius 8:5-13; seorang
laskar atau perwira di Kapernaum datang menemui Yesus katanya: “Tuan, hambaku
terbaring di rumah karena sakit lumpuh dan ia sangat menderita”. Ketika Yesus
memberitahu rencana kedatanganNya, komandan laskar hanya meminta sepatah kata
saja saja, sebab ia menyadari bahwa firmanNya sangat berkuasa, dan hambanya
akan sembuh. Yesus menilai hal itu merupakan satu iman yang tinggi dan memujinya.
Yesus mengatakan: “Pulanglah dan jadilah kepadamu seperti yang engkau
percayai!”. Iman pengganti menyebabkan kesembuhan orang lain.
Praktek gereja melalui pembaptisan anak adalah
suatu pelayanan gereja terhadap orangtua yang menyaksikan baptisan sebagai
firman Allah. Melalui pembaptisan anak, berarti gereja menyatakan pemberian
berkat Allah kepada anak-anak dari setiap orang yang beriman (Mrk. 10:13-16),
supaya ikut serta menerima berkat akan Kerajaan Allah yang kekal. Ada dua hal
dalam baptisan kudus yang dapat dipegang orangtua yang menyaksikan baptisan
sebagai firman Allah, yaitu:
a. Baptisan
Kudus menandakan dan memberikan jaminan akan “uluran tanganNya kepada
anak-anak” bahwa bukan manusia yang terlebih dahulu mengasihi Allah, melainkan
Allah mendahulukan rahmatNya mengasihi manusia (1 Joh. 4:10).
b. Baptisan
Kudus menandakan dan memberikan jaminan bahwa anak-anak ikut serta memperoleh
Kerajaan Allah, dimana Tuhan Yesus menjalankan pemerintahanNya di bawah
perlindungan kasih untuk mengalahkan kuasa-kuasa dosa, maut dan iblis di dalam
kematianNya (Kol. 1:13-14).
Sebelum anak-anak dibaptis, orangtua terlebih dahulu diminta untuk :
1. Bersedia agar anak-anaknya dibaptis dalam nama Allah
Bapa, Anak dan Roh Kudus.
2. Bersedia membimbing anak-anak agar mengetahui dan melakukan
Firman Tuhan.
3. Bersedia
menyuruh anak-anaknya datang ke Gereja dan membesarkannya dalam pengajaran
Kristus.
Makna dari ketiga hal di atas, bahwa orangtua yang
telah menjadi bagian tubuh Kristus
diberikan kharisma-kharisma untuk melayani anak-anak dalam rumah tangga.
Orangtua dipanggil atas tuntunan kesadaran imannya dalam pengetahuan Injil
untuk memberikan teladan kepada anak-anaknya tentang ketaatan dalam iman. Panggilan
ini merupakan pergumulannya dengan Allah untuk menjadikan anak-anaknya dalam
suatu rumah tangga sebagai anak-anak Allah. Orangtua dituntut untuk bersedia
mendampingi anak-anak di dalam kasih dan pengampunan, memperkenalkan jalan
Tuhan dan menumbuhkan anak dalam iman kepercayaan kepada Allah (Ef. 6:1-4; Kol.
3:20-21; 1 Ptr. 2:9). Orangtua menerima dan meyakini tanggungjawabnya melalui
penyampaian Firman Allah dalam baptisan anak, berarti Allah sendiri yang telah
menganugerahi “kebapaan” dan “keibuan” atas mandat Allah sendiri. (Ul. 5:16).
Orangtua harus mendidik anak mereka dalam “takut akan Kristus”. Kata takut di sini
berarti rasa segan, hormat, penaklukan diri kepada Firman Tuhan (bnd. Ams.
9:10; Kis. 9:31; Ef. 5:21). Dalam bagian Surat Efesus kita membaca, bahwa
bapa-bapa, harus mendidik anak-anaknya: Di dalam ajaran dan nasehat Tuhan” (Ef.
6:4). Pengajaran yang sopan dapat juga diartikan dengan pimpinan bagi anak.
Bagaikan ayah-ibu yang merintis jalan ke muka, lalu diiringi anak-anaknya pada
jalan yang lurus dan baik itu. Pelaksanaan
baptisan anak di HKBP dapat kita temukan dalam Agenda HKBP Bagian II halaman 7
tentang “Pembaptisan Anak-anak”. Di sana sangat ditekankan peranan dari
orangtua yang membawa anaknya menerima baptisan tersebut. Penekanan itu
kelihatan jelas pada bagian nasihat dan bimbingan. Di sana dikatakan
“Saudara-saudara orangtua dari anak-anak yang akan dibaptis hari ini,
dengarkanlah Firman Tuhan Yesus: …, dengarkanlah juga Firman Tuhan Yesus
seperti yang tertulis dalam Injil Markus: …”. Selanjutnya ikrar iman
kepercayaan juga diucapkan oleh orangtua. Peran dan tanggungjawab orangtua
semakin tampak dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan terhadap mereka dan
menjadi janji orangtua dalam baptisan anak, yaitu tentang keinginan dan
kesediaan untuk menyuruh anak-anaknya ke gereja serta membesarkannya dalam
pengajaran kristen.
Disamping itu, peranan dan tanggungjawab dari orangtua yang membawa
anak-anaknya dibaptis juga terlihat dari Buku Ende HKBP No. 146 dan No. 147
:1-2
BE. No. 146 (2) Diboan natorasna nasida be tuson,/Ai
naeng pasahatonna tu Ho dakdanak on.
BE. No. 147 (1) Jesus hami ro dison, mangihuthon na
nidokMu;/Ro do posoposo on, ala na pinatikkonMu;/Ingkon do tu Ho boanon, lao
manjalo parpadanan.
Demikianlah yang terjadi dalam
baptisan anak-anak (dari keluarga orang yang telah percaya kepada Yesus
Kristus). Anak-anak belum
dapat mengungkapkan isi imannya yang sudah ada itu dalam bahasa komunikasi
manusia. Untuk menggantikan dia dalam mengungkapkan pengakuan imannya maka
orangtua (Bapak dan Ibu) mewakilinya di hadapan Allah. Jadi iman orangtua di
sana merupakan “iman pengganti” bagi anak-anak (bayi yang tidak tahu apa-apa);
inilah juga menjadi dasar keselamatan bagi bayi kecil saat menerima baptisan.
HKBP juga mengenal yang dinamai Babtisan Darurat (Tardidi
na hinipu) hal ini bisa dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut: Baptisan
darurat dilakukan kepada anak-anak yang sakit keras, yang belum sempat dibawa
ke gereja untuk menerima baptisan. Di HKBP dirumuskan sebagai berikut : Bila ada orang yang belum dibabtis yang
sakit keras, dan orang tuanya berkehendak anaknya dibaptiskan, dimintalah
sintua.. setempat.. untuk… melaksanakannya. Bila sintua setempat tidak bisa ditemui
dimintalah sintua tetangganya. Bila itu juga tidak ada, dicarilah anggota
jemaat yang rajin kegereja dan hidupnya saleh untuk melakukan pembaptisan. Bila
anggota jemaat yang seperti itu juga tidak sempat lagi dicari, orang tuanya
juga boleh melakukan pembaptisan itu, asal baptisan itu dilaksanakan dengan
benar sesuai dengan pemahaman HKBP. Bila itu yang terjadi, mereka hanya boleh membaptiskan tanpa memberi
berkat. Namun dalam situasi yang semakin maju sekarang ini, gereja tidak lagi
hanya ada di pedesaan, dan sudah banyak dikota, sekiranya ada anak yang sakit
keras, mereka bisa meminta pendeta untuk melakukan baptisan darurat.
Pendeta harus berusaha lebih dulu menghubungi
sintua sekitar keluarga tersebut, untuk sama-sama mengunjungi si anak yang
sakit keras tersebut, dan sebaiknya sintua yang melakukannya untuk menghubungi
pendeta yang bersangkutan. Tetapi bila itu tidak dapat dilakukan, bahkan guru
huria, bibelvrow atau diakones tidak bisa dihubungi, pendeta sendiri yang
melakukan baptisan darurat. Apabila anak itu meninggal, maka harus dilayani
dengan liturgi HKBP. Bila anak itu menjadi sehat, anak itu kemudian harus
dibawa ke gereja pada waktu kebaktian minggu waktu ada pembaptisan. Pada waktu
anak itu dibawa ke depan altar dihadapan pendeta, maka pendeta mengumumkan
kepada jemaat sebagai berikut : Saudara-saudara yang terkasih, kita bersyukur
kepada Tuhan kita yang maha pengasih yang menyembuhkan anak ini, karena pada
waktu yang lalu anak ini sakit keras dan telah dibaptiskan dengan baptisan
darurat.
Oleh sebab itu, hanya berkat yang akan diberikan
kepadanya, namun namanya adalah:...................... (disebut nama anak itu,
nama itu hanya dibacakan tanpa baptis ulang). Kemudian pendeta memberkatinya.